Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Cerita Dewasa: Pesan WhatsApp dari Bos Suamiku

Minggu, 20 Maret 2022 | Maret 20, 2022 WIB Last Updated 2022-03-20T14:49:02Z
(foto ilustrasi suami paksa istri untuk kencan dengan bosnya/dilansir dari berita kumparan edisi Malaysia)




IniahBean.com - Cerita Dewasa, 


PESAN WA DARI BOS SUAMIKU 


Inilah percakapan antara Irfan (suamiku) dan Bramantyo bos suamiku.

Bramantyo : "[Istri kamu cantik ya. Apa bisa menemani saya makan malam? Nanti hutang di kantor saya anggap lunas]"

Irfan : "[Beneran, Bos?]"

Bramantyo : "[Tentu saja]"

Irfan : "[Baiklah, saya akan coba bujuk istri saya]"

Bramantyo : "[Saya tunggu di Cafe Clarissa pukul 19.00]"

Irfan : "[Oke]"

Bramantyo : "[Ingat ya, jangan sampai terlambat atau tidak datang. Kamu harus tepati janji. Kalau tidak kamu tahu sendiri apa konsekuensinya!]"

Irfan : "[Siap, bos]"

"Deg deg deg, jantungku berdebar sangat kencang, membaca pesan WA dari bos suamiku", dalam hati Fidya Istrinya Irfan.



Apa ini? Jadi Mas Irfan sengaja menggadaikanku pada bosnya demi hutangnya supaya lunas? Hutang apa? Dia tak pernah bilang apapun padaku kalau dia punya sangkutan hutang", ucap dalam hati Fidya.



Irfan keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Kamu sudah siap, Dek? Dandan yang cantik lho!" Ucapnya Irfan sambil tersenyum mendekatiku. 

"Jadi ini alasanmu mengajakku keluar, Mas? Kamu ingin aku menemani bosmu itu?" Dengan nada kesal Fidya bertanya pada Irfan.

"Fidya, kenapa kamu lancang sekali buka-buka ponselku?", Ucap Irfan sambil merebut handphone yang Fidya pegang.

Fidya : "Jadi itu benar?"

Irfan : "Ya! Bersiap-siaplah sekarang, biar kita tidak datang terlambat. Bosku sudah menunggu."

Fidya : "Keterlaluan kamu, Mas. Aku tidak mau!"

Irfan : "Hei, Fidya! Turuti saja perkataanku! Kamu tidak mau kan suamimu ini jadi pengangguran? Dan rumah peninggalan orang tuamu ini disita?"

Fidya : "Apa maksudmu, Mas?"

Irfan tersenyum masam. "Aku menggadaikannya, Fid. Sertifikat rumah ini kujadikan jaminan hutangku karena aku tak sanggup membayarnya." Ucap Irfan.

Fidya : "Apa? Kenapa kau tak bilang padaku, Mas? Rumah ini milik orang tuaku, kenapa kau seenaknya !!"

Irfan : "Aku tahu, memang sengaja aku tak bilang padamu. Karena reaksimu pasti akan menolak. Aku sangat membutuhkan uang itu, Fid."

Fidya : "Memangnya berapa hutangmu, Mas? 

Irfan : "100 juta."

Fidya : "Apa? Sebanyak itu? Kenapa kau tidak memberitahu aku kalau kamu punya hutang di kantor? Uang itu digunakan untuk apa, Mas?"

Irfan : "Modal usaha ibuku di kampung. Makanya karena hutangku banyak, Bos meminta jaminan."

"Aku menggeleng tak percaya. Tega-teganya orang yang selama ini kupercaya membohongiku. Dia bertindak seperti ini sendirian", reaksi Fidya.


Kemudian Irfan merayu dengan sedikit memaksa.

Irfan : "Ayolah, Fidya. Kau gak usah mempermasalahkannya lagi. Hanya dengan kamu menemaninya makan malam, semua hutangku akan lunas, sertifikat rumah ini pun akan kembali. Percayalah padaku, ini sangat mudah bukan?"

Fidya : "Aku gak mau! Aku bukan barang gadaian, Mas! Kamu yang menikmati uangnya kenapa justru aku yang harus membayarnya?"

Irfan : "Hei, Fidya. Kamu tidak mau kan almarhum ayah dan bundamu bersedih karena rumah ini jadi milik orang lain?" Pelan Mas Tommy berkata, tapi penuh dengan penekanan".

Fidya mengeluarkan air mata, menatapnya begitu kecewa.

Irfan : "Apa salahnya sih?! Cuma makan malam doang, Lin! Dia cuma minta ditemani makan malam doang!"

Fidya terdiam. Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. Tetiba Irfan menyeretku, tanpa bisa aku mengelak. 

Braakk ...! Pintu mobil ditutup dengan kencang. Ia menyodorkan tissue ke Fidya.

Irfan : "Hapus air matamu dan tersenyumlah!" 

Dengan tangan gemetar, aku meraihnya tissue dan mengusap butiran air mata yang sudah tumpah membasahi pipi.


Mobil yang dikemudikan Irfan melaju dengan kencang, membelah jalanan kota. Mobil ini adalah mobil second pemberian kakakku, Daffa. Memang modelnya sudah cukup tua, makanya Irfan sering mengeluhkan hal ini. Tapi bagiku, kendaraan ini sangat penting buat transportasi kemanapun kita pergi. Untuk membeli mobil baru, uangnya tak cukup karena banyaknya kebutuhan. Ah tidak, lebih tepatnya kebutuhan keluarganya Irfan, Karena setiap bulan, Irfan harus mentransfer sebagian gajinya untuk keluarganya.


Irfan : "Kita sudah sampai. Ayo, tersenyumlah. Jangan malu-maluin aku. Reputasiku hari ini ada di tanganmu!" 

Fidya menoleh menatap bangunan megah di hadapanku. Lampu gold lebih banyak menghiasi setiap sudut ruangan.

Fidya melangkah ragu, membenarkan hijab yang sedikit berantakan.

Fidya : "Aku gak mau, Mas! Aku takut."

Irfan : "Hei, bosku itu tidak akan menggigitmu. Kau tenang sajalah. Ayo, tersenyum. Misi kita malam ini harus berhasil!"

Ponselnya kembali berdering, Irfan segera mengangkat panggilan teleponnya.

Irfan : [Iya, iya, sudah sampai, Bos. Ini aku sudah ada di depan Cafe]

Irfan menarik tangan Fidya dan membawanyamasuk ke Cafe. 

Irfan kemudian panggil ke seseorang, "Bos!", Irfan begitu sumringah menyapa seorang lelaki yang tengah duduk sendirian di sudut Cafe.

Irfan : "Ingat, jangan malu-maluin aku. Tersenyumlah!"

Irfan : "Bos, kenalin ini Fidya, istriku," 

Bramantyo : "Iya, silahkan duduk Irfan, ooh ini Fidya," 

Fidya (dalam hati berkata) : Kupikir, Bos Bramantyo itu sudah berumur, tapi nyatanya dia masih muda dan tampan, mungkin seumuran kakakku. Tapi kenapa dia ingin makan malam bersamaku?

Irfan : "Berarti kita deal ya, Bos. Saya sudah membawa istri saya datang kemari, hutang saya berarti lunas?" 

"Mas Irfan sungguh memuakkan. Aku jadi membencinya. Dia benar-benar tega padaku", ungkap perasaan Fidya dalam hatinya.

Bramantyo : "Hmmm ...iya Irfan, sahutnya sembari menatap wajahnya Fidya.

Irfan : "Mana surat-suratnya, Bos?"

Bramantyo : "Kau bisa minta pada sekretarisku."

Irfan : "Oke."

Bramantyo : "Ya sudah, kau pergilah. Aku ingin berdua saja dengan istrimu."

Irfan tersenyum. "Hei, sayang. Tolong jangan bikin bosku ini marah ya, tampilkan wajah manismu padanya," ujar Irfan yang membuat Fidya makin merasa muak.


Irfan : "Saya permisi dulu. Bersenang-senanglah ..."

Fidya : "Mas, tolong jangan pergi, Mas! Jangan tinggalkan aku disini!" teriakku. Namun Mas Irfan tak menoleh sedikitpun. Tanganku mengepal erat, kulihat sekeliling, suasana cafe tampak lengang, bahkan tak ada pengunjung satu orang pun. 

Bramantyo : "Duduklah Nona Manis, aku sudah menyewa cafe ini khusus untuk berdua denganmu," ucap bos Bramantyo.

Fidya : "Tidak mau, aku ingin pulang! Walaupun Anda bos suamiku, tapi Anda tidak berhak mengaturku seperti ini!"

Bramantyo : "Hei, Nona Manis! Suamimu sendiri yang mengantarkanmu padaku, kau jangan banyak protes. Dan lagi, aku membayarmu mahal untuk kencan malam ini!".***
Sumber: -


Tag






×
Berita Terbaru Update